Bitung – Aktivitas mafia solar ilegal (BBM) di wilayah Manembo-nembo Atas, Kecamatan Girian, Kota Bitung, semakin meresahkan masyarakat. Informasi yang berhasil dihimpun awak media, dua nama yang diduga kuat sebagai aktor utama, yakni ICT alias Icat dan AI, terus menjalankan bisnis haram ini secara terang-terangan tanpa pernah tersentuh hukum.
Ironisnya, meski sudah berulang kali diberitakan, Polres Kota Bitung terkesan tutup mata. Bahkan setiap kali dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim, jawabannya selalu klise: “Terima kasih informasinya.” Namun, tidak ada langkah nyata untuk membongkar praktik mafia solar tersebut. Pertanyaan besar pun muncul: ada apa sebenarnya dengan penegakan hukum di Kota Bitung? Apakah ada praktik suap-menyuap yang membuat para mafia solar kebal hukum?
Pantauan di lapangan, gudang penampungan solar ilegal di wilayah tersebut tidak pernah sepi dari aktivitas mencurigakan. Mobil tangki kepala biru dan mobil fuso/fanter terlihat keluar masuk setiap hari, mengangkut serta menurunkan BBM dalam jumlah besar. Kondisi ini membuat warga sekitar semakin resah, sebab selain merusak tatanan hukum, praktik mafia solar juga berdampak pada kelangkaan dan mahalnya harga BBM bersubsidi yang seharusnya dinikmati rakyat kecil.
Warga menduga ada permainan kotor antara oknum aparat dengan mafia solar, sehingga bisnis haram ini terus berlangsung tanpa hambatan. “Kalau Polres Kota Bitung serius, seharusnya bisa ditindak. Tapi kalau hanya diam, jangan-jangan memang ada kerja sama,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Masyarakat menegaskan, jika Polres Kota Bitung benar-benar tidak berdaya atau bahkan ikut bermain, maka Polda Sulawesi Utara bahkan Mabes Polri harus segera turun tangan. Mereka mendesak Kapolda untuk memeriksa dan jika terbukti, mencopot Kapolres dan Kasat Reskrim Kota Bitung yang dianggap melindungi mafia solar.
Sebab, praktik ini bukan sekadar pelanggaran biasa, melainkan sudah masuk kategori kejahatan terorganisir yang melanggar Undang-Undang Migas dan KUHP.
🔹 Pasal Hukum yang Dilanggar:
UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 55, menyebutkan:
“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak bersubsidi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah).”
Pasal 480 KUHP tentang Penadahan, yang dapat menjerat pelaku maupun penampung BBM ilegal, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.
Dengan demikian, jelas bahwa aktivitas mafia solar di Bitung ini bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mencoreng wibawa hukum. Jika dibiarkan, berarti benar ada permainan kotor antara mafia dengan oknum aparat.
Tim*
