BOLMONG — Hilangnya puluhan hektare sawah produktif di Desa Kanaan, Kabupaten Bolaang Mongondow, semakin menjadi sorotan publik. Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) DPD Bolaang Mongondow, Tonny Ruland Datu, menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam atas dugaan kerusakan lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan PT Bulawan Daya Lestari (BDL) di hulu Sungai Bolingongot. (6/9)
Perkara ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara masyarakat Desa Toruakat dengan PT Bulawan Daya Lestari, Pemerintah Daerah, serta tiga kepala desa lingkar tambang (Toruakat, Kanaan, dan Mopait). Dalam forum tersebut, Kepala Desa Kanaan secara tegas menyatakan bahwa sawah-sawah produktif yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan masyarakat, kini telah hancur total.
“Benar, dulunya masyarakat Desa Kanaan memiliki lahan sawah yang subur dan produktif. Sekarang semua sudah tertutup lumpur, koral, dan batu-batuan yang terbawa dari hulu Sungai Bolingongot, lokasi PT BDL melakukan aktivitas tambang,” ungkapnya di hadapan peserta rapat.
Investigasi awal yang dilakukan DPD JPKP mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan: sejak mulai beroperasi sekitar tahun 2009 hingga 2020, PT BDL diduga sama sekali tidak memiliki pengelolaan limbah yang memadai. Limbah dari proses pertambangan disebutkan dibuang begitu saja ke hulu Sungai Bolingongot, yang kemudian terbawa arus dan berdampak langsung pada wilayah hilir, termasuk lahan-lahan pertanian produktif milik masyarakat Desa Kanaan.
Kerusakan tersebut bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi ratusan kepala keluarga yang selama ini bergantung pada hasil pertanian, tetapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap ketahanan pangan lokal, keseimbangan ekosistem sungai, potensi pencemaran air, dan bencana lingkungan dalam jangka panjang.
Tonny Ruland Datu menegaskan, pihaknya akan menempuh langkah hukum, advokasi, dan diplomasi lingkungan secara lebih luas. Tidak hanya mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan investigasi menyeluruh, tetapi juga akan melibatkan jaringan organisasi pemerhati lingkungan di tingkat nasional dan internasional agar persoalan ini mendapatkan perhatian serius.
“Kami akan membawa masalah ini ke organisasi pemerhati lingkungan nasional dan bahkan internasional, karena ini bukan sekadar kasus lokal. Ini adalah masalah serius yang menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan. Ada indikasi kuat bahwa sejumlah peraturan penting telah diabaikan,” tegas Tonny.
Adapun sejumlah regulasi yang diduga dilanggar antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang secara tegas melarang alih fungsi dan kerusakan lahan pertanian produktif tanpa melalui prosedur dan kajian lingkungan yang ketat.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur bahwa setiap kegiatan usaha wajib menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencegah pencemaran, serta bertanggung jawab atas pemulihan lingkungan apabila terjadi kerusakan.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mengharuskan setiap perusahaan pertambangan menjalankan reklamasi dan pascatambang, serta memastikan tidak ada dampak negatif terhadap masyarakat dan ekosistem di sekitarnya.
Tonny menambahkan, jika pemerintah daerah tidak segera mengambil tindakan tegas, kerusakan lingkungan ini dikhawatirkan akan meluas, memicu potensi bencana ekologis, dan memperparah ketimpangan sosial-ekonomi masyarakat yang terdampak langsung.
“Kami tidak ingin melihat masyarakat menjadi korban terus-menerus dari kelalaian atau pembiaran. Lingkungan yang rusak adalah ancaman bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Kami akan terus mendesak agar ada keadilan, pemulihan, dan penegakan hukum yang nyata,” pungkasnya.
Pihak PT BDL saat di konfirmasi lewat pesan WhatsApp Ronal Saweho mengatakan
Oh ya pak onal kami minta waktu sampe hari senin untuk menanggapi 🙏 Maaf Pak onal, kami bisa tanggapi senin sore . Demikian, terimakasih
(Tim.9)*
