JAKARTA – Sidang perkara Nomor 207/G/2024/PTUN Jakarta antara Prof. Dr. Arie Frits Kawulur, Prof. Dr. Noldy Pelenkahu, dan Prof. Dr. Anatje Lihiang melawan Rektor Universitas Negeri Manado (UNIMA), Dr. Joseph Kambey, S.E., Ak., MBA., kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Perkara ini merupakan gugatan terhadap Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) serta Rektor UNIMA, yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran integritas akademik dalam proses pengangkatan Dr. Joseph Kambey, sebagai Rektor UNIMA.
Dalam sidang tersebut, pihak tergugat menghadirkan dua saksi:
• Dr. Radian Salman, S.H., LL.M., dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, yang juga merupakan anggota tim penyusun Permendikbudristek Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah.
• Dr. James R. Sumayku, M.Eng., sebagai saksi fakta yang menjelaskan mekanisme pemilihan rektor di UNIMA.
Dr. Radian Salman dalam kesaksiannya menegaskan bahwa penentuan adanya pelanggaran integritas akademik, termasuk dugaan plagiarisme, harus mengikuti mekanisme sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek Nomor 39 Tahun 2021.
“Tidak bisa seseorang langsung dinyatakan melakukan plagiarisme tanpa melalui mekanisme resmi yang ditetapkan dalam peraturan tersebut,” jelas Radian.
Sementara itu, Dr. James R. Sumayku menyampaikan bahwa seluruh tahapan pemilihan rektor UNIMA, mulai dari penjaringan, penyaringan, hingga pemilihan, telah dilaksanakan sesuai dengan Permendikti Nomor 19 Tahun 2017 junto Permendikti Nomor 21 Tahun 2018.
“Panitia melaksanakan semua tahapan sesuai ketentuan. Tidak ada keberatan yang diajukan dalam proses pemilihan rektor,” tegas Sumayku.
Perwakilan Tim Hukum Rektor Unima, Harly Rumagit, S.H., M.H., mengatakan bahwa kehadiran kedua saksi tersebut semakin memperjelas posisi hukum pihak tergugat.
“Keterangan ahli Dr. Radian menegaskan tidak ada bukti plagiat yang dilakukan oleh Dr. Joseph Kambey. Sedangkan saksi fakta, Dr. James Sumayku, menunjukkan bahwa proses pemilihan rektor telah berjalan sesuai aturan,” ujarnya.

Sementara itu, Pengacara Rektor UNIMA, Franklin Montolalu, menegaskan bahwa gugatan ini bukan yang pertama kali diajukan terhadap kliennya.
“Gugatan di PTUN Jakarta ini sudah yang kedua kalinya. Sebelumnya klien kami sudah menang di Pengadilan Negeri Tondano dengan pokok perkara yang sama,” ujar Franklin.
Ia menjelaskan, dalam putusan Pengadilan Negeri Tondano, Dr. Joseph Kambey sebelumnya juga digugat oleh Prof. Dr. Noldy Pelenkahu dan Dr. Fredy Jhon Rumengan, namun seluruh gugatan ditolak.
“Isi putusannya jelas, yakni menolak seluruh gugatan penggugat,” tegas Franklin.
Franklin menambahkan bahwa putusan PN Tondano tersebut telah dijadikan bukti di PTUN Jakarta, agar tidak ada perbedaan penilaian antar pengadilan.
Pihaknya juga menghadirkan sejumlah ahli dan saksi untuk memperkuat pembelaan.
“Ahli yang kami hadirkan yakni Dr. Radian Salman, S.H., LL.M., dosen hukum tata negara dan hukum perundang-undangan dari Universitas Airlangga yang juga tim penyusun Permendikbudristek Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah,” jelas Franklin.
Selain itu, saksi fakta Dr. James Sumaiku dan Inspektorat Kemdiktisaintek, Dr. Yahya Sulaiman, S.H., juga dihadirkan.
“Menurut mereka, seluruh proses penjaringan, penyaringan, hingga pemilihan rektor UNIMA berjalan sesuai aturan yang berlaku. Tidak ada komplain atau keberatan selama proses berlangsung. Bahkan Kementerian tidak menggunakan 35 persen hak suaranya, sehingga kemenangan Dr. Joseph Kambey merupakan hasil dukungan yang murni,” tutup Franklin Montolalu.
Menanggapi jalannya sidang, Kepala Humas UNIMA, Drs. Titof Tulaka, SH., MAP., kepada karyamedia.com, menyatakan bahwa pihak universitas menghormati seluruh proses hukum yang sedang berjalan dan optimistis terhadap hasil persidangan.
“Kami percaya bahwa fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa proses pengangkatan Rektor UNIMA telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UNIMA tetap berkomitmen menjaga integritas akademik dan tata kelola yang baik,” ujar Kepala Humas UNIMA.
Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan kembali pada waktu yang akan ditetapkan oleh majelis hakim PTUN Jakarta.
(Abner)
