MINSEL – Pemberitaan mengenai pengadaan kendaraan dinas di Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan dengan anggaran sebesar Rp. 3,6 miliar telah memicu kontroversi. Dalam laporan tersebut, muncul tudingan pemborosan anggaran di tengah upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran.
Menanggapi isu yang beredar, Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan melalui Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) segera mengambil langkah untuk meluruskan informasi yang dianggap menyesatkan masyarakat. Kepala Dinas Kominfo, Tusrianto Rumengan, menjelaskan bahwa pengadaan kendaraan dinas tersebut diperuntukkan bagi Wakil Bupati, Ketua TP PKK, dan Sekretaris TP PKK Kabupaten Minahasa Selatan.
“Mobil dinas untuk Wakil Bupati yang lama sudah tidak layak pakai. Kendaraan dinas untuk Ketua TP PKK dan Sekretaris TP PKK juga sudah digunakan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda, serta Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda,” ungkap Rumengan kepada awak media pada Rabu (20/08/2025).
Lebih lanjut, Rumengan menekankan bahwa kendaraan dinas yang digunakan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, serta Asisten Perekonomian dan Pembangunan juga sudah tidak layak digunakan.
Mengenai anggaran yang telah ditetapkan, Rumengan menjelaskan bahwa sebelum upaya efisiensi, anggaran yang tersedia adalah sebesar Rp. 3,6 miliar. Namun, setelah dilakukan efisiensi, anggaran tersebut berkurang menjadi Rp. 2,8 miliar, dengan realisasi saat ini mencapai Rp. 2,007 miliar.
“Perlu dicatat bahwa masih ada pejabat yang belum memiliki kendaraan dinas, termasuk Asisten Administrasi Umum, Kepala Bagian Setda, dan beberapa Kepala Perangkat Daerah lainnya,” tambah Rumengan.
Terkait dasar hukum pengadaan ini, Rumengan menyatakan bahwa langkah ini sudah sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Instruksi tersebut mendorong efisiensi dengan membatasi belanja untuk kegiatan yang tidak produktif serta lebih selektif dalam penggunaan anggaran.
“Efisiensi dilakukan dengan membatasi belanja untuk kegiatan seremonial, studi banding, dan belanja yang tidak memiliki output terukur,” tegasnya.
(Shalomitha Runtunuwu)

