MINAHASA – Upaya memperkuat kualitas tata kelola pemerintahan di daerah kembali ditegaskan Universitas Negeri Manado (Unima). Melalui Program Studi Ilmu Administrasi Negara (IAN) Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, tim yang dipimpin Dr. Devie S. R. Siwij, SIP, MAP., melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) berupa Survei Penilaian Integritas Pelayanan Publik Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Minahasa. Kegiatan ini berlangsung selama empat bulan, mulai Juni hingga September 2025.
PKM tersebut berfokus pada pemetaan integritas pelayanan publik yang diberikan oleh OPD, mulai dari transparansi prosedur, kedisiplinan aparatur, hingga akuntabilitas tata kelola layanan. Survei dilakukan dengan melibatkan responden dari kalangan masyarakat pengguna layanan, aparatur, serta pemangku kepentingan di tingkat daerah.
Dalam wawancaranya di Minahasa, Dr. Devie menegaskan bahwa integritas merupakan unsur yang tidak dapat ditawar dalam penyelenggaraan pemerintahan modern.
“Integritas adalah fondasi utama dalam praktik good governance. Tanpa integritas, semua sistem dan instrumen kebijakan akan berjalan pincang,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, berbagai temuan lapangan menunjukkan bahwa Minahasa, seperti banyak daerah lain di Indonesia, masih menghadapi sejumlah tantangan terkait konsistensi pelayanan publik.
Tantangan tersebut muncul dalam bentuk ketidakteraturan prosedur, minimnya transparansi, lemahnya pengawasan internal, hingga risiko penyimpangan karena kontak langsung antara masyarakat dan petugas.
Dr. Devie menegaskan bahwa hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tidak hanya menggambarkan kondisi objektif di lapangan, tetapi juga menjadi “peta jalan” bagi pemerintah daerah dalam merumuskan strategi perbaikan.
Dalam laporannya, Dr. Devie dan tim mengelompokkan strategi perbaikan integritas ke dalam dua ranah besar: solusi preventif dan solusi kuratif, evaluatif.
1.Penguatan Transparansi Informasi Layanan
Masih banyak masyarakat yang belum memahami persyaratan, alur, maupun biaya layanan publik. SPI menemukan bahwa informasi layanan tersebar di berbagai saluran dan tidak diperbarui secara berkala.
Karena itu, pemerintah daerah diimbau untuk:
- Mempublikasikan Standar Pelayanan Minimum (SPM) secara terbuka,
- Mengembangkan e-Transparency Dashboard yang memuat informasi layanan terintegrasi,
- Membuka informasi biaya layanan agar dapat diakses masyarakat tanpa hambatan.
2. Digitalisasi Pelayanan Publik
Digitalisasi dipandang sebagai instrumen paling efektif menekan risiko pungutan liar, gratifikasi, dan manipulasi data. Tim menyarankan:
- Penerapan sistem antrian online,
- Fasilitasi pengajuan dan pelacakan layanan secara digital,
- Pembayaran non-tunai,
- Digitalisasi arsip dan verifikasi dokumen.
“Digitalisasi bukan sekadar modernisasi sistem, tetapi juga mekanisme perlindungan terhadap masyarakat dari praktik-praktik yang merugikan,” tambah Devie.
3. Pendidikan dan Budaya Integritas Aparatur
Transformasi budaya kerja menjadi aspek penting. Temuan SPI menunjukkan sebagian penyimpangan disebabkan budaya organisasi yang permisif terhadap pelanggaran.
Upaya yang disarankan antara lain pelatihan etika aparatur, teladan pimpinan, hingga deklarasi budaya integritas pada tingkat OPD.
4. Penyederhanaan SOP Pelayanan Publik
Beberapa titik layanan ditemukan lambat dan tidak konsisten. Penyederhanaan prosedur dan standarisasi SOP antar-unit menjadi langkah wajib untuk mempercepat layanan.
5. Penguatan Sistem Pengaduan Publik
Sistem pengaduan yang responsif memungkinkan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran. Pemerintah didorong mengintegrasikan berbagai saluran pengaduan dan memperkuat sosialisasi hak masyarakat.
Di sisi lain, solusi kuratif, evaluatif menekankan penanganan masalah yang sudah terdeteksi.
1. Audit Integritas Berbasis Risiko
Audit akan difokuskan pada OPD yang memiliki skor integritas rendah. Audit dilakukan pada proses pelayanan, kinerja, hingga jejak digital untuk memastikan ketertelusuran setiap langkah layanan.
2. Penegakan Disiplin dan Kode Etik
Dr. Devie menilai penegakan disiplin perlu dilakukan secara progresif dan konsisten. Setiap pelanggaran harus direspons dengan tindakan jelas dan terukur, termasuk publikasi tindak lanjut tanpa menyebut identitas pelaku.
3. Evaluasi Kinerja OPD Berbasis Data SPI
Integrasi skor SPI ke dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) OPD dinilai penting untuk mendorong budaya kompetitif dan objektif. Benchmarking antar-OPD dan penerbitan Rapor Integritas menjadi bagian dari strategi ini.
4. Penyusunan Rencana Aksi Perbaikan
Setiap temuan SPI wajib diterjemahkan menjadi rencana aksi integritas yang terukur, lengkap dengan evaluasi triwulan.
5. Pengawasan Berbasis Kolaborasi
Tim merekomendasikan pembentukan forum pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh masyarakat. Publikasi hasil SPI juga penting sebagai bentuk akuntabilitas.
6. Pelaksanaan Survei Integritas Berkala
Survei tahunan dinilai penting untuk memantau perubahan, sekaligus menyusun Integrity Index Kabupaten Minahasa sebagai alat ukur keberlanjutan perbaikan.
Dr. Devie berharap pemerintah Kabupaten Minahasa dapat menjadikan hasil PKM dan SPI ini sebagai dasar penguatan integritas pelayanan publik.
Ia menilai komitmen pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola sudah tampak, namun perlu ditopang oleh data, sistem pengawasan, dan strategi berbasis bukti.
“Integritas bukan hanya soal aturan, tetapi kesadaran kolektif dan komitmen jangka panjang. Melalui survei ini, kami ingin memberikan kontribusi nyata bagi Minahasa agar semakin siap menjadi daerah dengan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, bersih, dan dipercaya masyarakat,” tutup Devie. (Abner)

