BOLMONG – Dugaan korupsi kembali menghantui Desa Lobong, Kecamatan Passi Barat. Setelah kasus dugaan penyalahgunaan dana untuk PAUD/TK, kini program Pencegahan Stunting (PMT) tahun anggaran 2023–2024 ikut terseret. Anggaran hampir Rp 80 juta per tahun yang seharusnya menjadi penopang gizi anak-anak justru diduga dikendalikan secara tertutup oleh Kepala Desa, pendamping desa, serta bendahara desa. (27/9)
Fakta di Lapangan
Dalam 3–4 bulan terakhir tidak ada pemberian makanan tambahan (PMT) bagi balita maupun lansia, dengan alasan dana desa belum cair. Padahal catatan anggaran menunjukkan adanya alokasi puluhan juta rupiah setiap tahun.
Kader posyandu pun buka suara
“Kami tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan. Semua pembelanjaan dilakukan oleh pendamping desa. Uang dari bendahara langsung dikelola pendamping. Kami kader posyandu, tidak tahu anggaran,” soalnya yang belanja pendamping desa bersama dengan bendahara desa.ungkap salah satu kader.
Rincian Anggaran 2023–2024 Berdasarkan data di himpun, berikut alokasi dana stunting Desa Lobong:
Tahun 2024 Kegiatan Anggaran
Penyelenggaraan Posyandu (PMT, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader) Rp 45.070.000
Penyelenggaraan Posyandu (PMT, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader) Rp 15.000.000
Penyelenggaraan Posyandu (PMT, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader) Rp 18.000.000
Total 2024 Rp 78.070.000
Tahun 2023 Kegiatan Anggaran
Penyelenggaraan Posyandu (PMT, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader) Rp 15.000.000
Penyelenggaraan Posyandu (PMT, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader) Rp 18.000.000
Penyelenggaraan Posyandu (PMT, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader) Rp 47.403.500
Penyuluhan & Pelatihan Bidang Kesehatan (Masyarakat, Tenaga Kesehatan, Kader, dll) Rp 11.225.000
Penyuluhan & Pelatihan Bidang Kesehatan (Masyarakat, Tenaga Kesehatan, Kader, dll) Rp 13.620.000
Total 2023 Rp 105.248.500
Jika digabung, total anggaran dua tahun terakhir mencapai Rp 183.318.500. Namun fakta di lapangan menunjukkan PMT tidak berjalan, dan kegiatan kesehatan dianggap hanya menghambur-hamburkan uang.
Diduga Langgar UU dan Permendesa
Praktik ini jelas bertentangan dengan sejumlah aturan hukum:
1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 24 huruf d: Pemerintahan desa wajib dilaksanakan secara transparan, akuntabel, partisipatif, dan tertib anggaran.
Pasal 26 ayat (4) huruf f: Kepala Desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan dan akuntabel.
2. Permendesa PDTT No. 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Pasal 5 ayat (2): Dana desa diprioritaskan untuk pencegahan stunting.
Juknis: Penyaluran PMT wajib melibatkan posyandu dan kader kesehatan, bukan hanya perangkat desa.
3. Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Pasal 2 ayat (1): Keuangan desa harus dikelola transparan, akuntabel, partisipatif.
Pasal 19 ayat (2): Semua belanja desa wajib didukung bukti yang lengkap dan sah.
4. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor
Pasal 3: Penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara dapat dipidana hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
5. Permenkes No. 39 Tahun 2016 tentang Program Gizi
PMT adalah intervensi wajib dalam pencegahan stunting balita dan ibu hamil.
Warga Tuntut Audit dan Aksi Tegas
Masyarakat Desa Lobong menilai praktik ini sudah keterlaluan. Uang rakyat yang seharusnya menyehatkan anak-anak justru raib tanpa jejak.
“Kalau dibiarkan, generasi kita yang akan jadi korban. Kami minta Inspektorat, Dinas PMD, dan penegak hukum segera turun tangan. Audit dana stunting ini sampai tuntas, tangkap oknum yang bermain!” tegas warga dengan nada marah.
Tak hanya itu, warga juga mendesak agar Kejaksaan Negeri dan Unit Tipikor Polres Bolaang Mongondow segera turun tangan menyelidiki dugaan penyelewengan dana stunting tersebut. Menurut warga, kasus ini sudah masuk ranah pidana dan tidak bisa hanya berhenti di audit administrasi semata.
Desa Harus Bersih dari Mafia Anggaran
Skandal dana stunting ini membuka mata publik bahwa pengawasan keuangan desa di Kabupaten Bolaang Mongondow masih sangat lemah. Jika tidak ditindak, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi desa-desa lain.
Masyarakat kini menyerukan agar seluruh elemen bersatu, mendukung audit investigatif dan mendesak aparat hukum bertindak tegas.
“Cukup sudah uang rakyat jadi bancakan! Dana untuk anak-anak jangan dipermainkan. Ini soal masa depan generasi bangsa!” seru warga.
Saat dikonfirmasi, Sangadi (kepala desa) hanya menjawab singkat:
“Wlkm salam, saya kira itu semua sudah terealisasi. Kalau mau konfirmasi supaya jelas, nanti saya tunggu di rumah,” ujarnya.
Namun, pantauan media menunjukkan bahwa beberapa kali upaya konfirmasi sebelumnya diabaikan. Baru setelah berita pertama terbit, Kepala Desa berupaya memanggil wartawan ke rumah untuk memberi keterangan.
(Tim)*
