Skip to content

  • Home
  • Sulut
    • Pemprov
    • Manado
    • Minahasa
    • Minut
    • Minsel
  • Hukrim
  • Ekonomi
  • Kesehatan
  • Olah raga
  • Parlemen
  • Politik
  • Bawaslu/KPU
  • Politik
  • Unima

Akademisi FISH Unima Doktor Joyce Kumaat Soroti Gempa Kamchatka Rusia: Pentingnya Mitigasi Bencana dan Kajian Geomorfologi Pantai untuk Sulut

Abner Bawinto, 30/07/202531/07/2025

MINAHASA – Gempa bumi dahsyat berkekuatan Magnitudo 8,7 yang mengguncang wilayah Semenanjung Kamchatka, Rusia, pada Rabu pagi (30/7), memicu peringatan tsunami hingga ke kawasan timur Indonesia, termasuk Provinsi Sulawesi Utara. Meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan potensi tsunami di Indonesia berada pada kategori rendah, para ahli menilai kewaspadaan tetap harus diutamakan.

Menanggapi potensi bahaya ini, Dr. Joyce Christian Kumaat, S.Pi., M.Sc., M.Si., akademisi dari Program Studi Geografi Universitas Negeri Manado (Unima), menegaskan pentingnya pendekatan mitigasi bencana berbasis pemahaman geomorfologi pantai dan batimetri laut.

“Gelombang tsunami yang terlihat kecil di lautan terbuka bisa menjadi sangat mematikan ketika mencapai pesisir, terutama pada wilayah pantai dengan morfologi sempit atau teluk berbentuk corong, seperti banyak ditemukan di Sulawesi Utara,” ujar Dr. Kumaat, Rabu (30/7/2025).

Doktor Kumaat yang juga Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FISH Unim mengingatkan bahwa dalam kejadian tsunami di Papua tahun 2011, gelombang setinggi 33 cm saja sudah menimbulkan korban jiwa.

Menurutnya, potensi amplifikasi lokal pada pantai-pantai tertentu menjadikan wilayah pesisir Sulawesi Utara sangat rentan terhadap dampak tsunami jarak jauh. Oleh sebab itu, pemetaan rinci geomorfologi pantai dan penggunaan data batimetri sangat penting untuk menghasilkan model prediksi yang lebih akurat.

“Data batimetri dari Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk wilayah Laut Sulawesi dan dari GEBCO untuk Laut Maluku sangat menentukan dalam memetakan sebaran energi gelombang tsunami. Tanpa informasi ini, kita bisa salah menilai risiko di daerah pesisir,” jelas Dr. Kujiwa.

Ia menyoroti posisi geotektonik Sulawesi yang berada di pertemuan tiga lempeng besar dunia: Eurasia, Filipina, dan Indo-Australia. Kondisi ini membuat wilayah tersebut berada dalam zona risiko tinggi terhadap gempa dan tsunami, terutama di sepanjang Megathrust Sulawesi Utara yang dikenal aktif secara seismik.

“Mitigasi bencana bukan hanya tentang evakuasi saat peringatan dikeluarkan, tapi bagaimana kita memahami karakteristik fisik wilayah kita secara menyeluruh. Ini mencakup topografi dasar laut, bentuk pantai, dan riwayat kejadian geologi,” imbuhnya.

Di akhir keterangannya, Dr. Kumaat mengajak masyarakat untuk tidak panik namun tetap siaga dan patuh terhadap arahan dari BMKG dan BNPB. Ia juga mengingatkan bahwa tsunami kerap datang dalam beberapa gelombang berturut-turut, sehingga masyarakat tidak boleh merasa aman hanya karena gelombang pertama tampak kecil atau telah berlalu.

“Kesiapsiagaan harus menjadi budaya. Edukasi kebencanaan berbasis data ilmiah harus terus ditanamkan, terutama di daerah rawan seperti Sulawesi Utara,” pungkasnya. (Abner)

Post Views: 3,289
Berita Minahasa Pendidikan Unima Akademisi FISH UnimaBMKGBNPBDr Joyce Christian KumaatGempa bumiSemenanjung Kamchatka RusiaTsunami

Navigasi pos

Previous post
Next post

Berita Terkini

  • Gubernur Yulius Selvanus Luncurkan Penyaluran Bantuan Pangan untuk 139 Ribu Keluarga di Sulawesi Utara
  • Oknum Aleg Bolmong FT alias Anto Dua Kali Mangkir dari Sidang Kasus Korupsi CSR PT JRBM, Publik Pertanyakan Sikap DPRD
  • Ketua BPD Passi Dikeroyok Preman Kampung Usai Bubarkan Acara Muda-Mudi yang Lewat Batas Waktu
  • Unima Kirim 33 Kontingen Ikuti LPTK Cup XXII di Universitas Negeri Medan, Dr. Makadada: “Optimis Semua Cabang Naik Podium”
  • Rektor Unima Pimpin Upacara Hari Pahlawan Nasional 2025: “Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan”
©2025 | WordPress Theme by SuperbThemes
Go to mobile version