MANADO – Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan (PTB) Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado (Unima), Drs. Titof Tulaka, SH., MAP., menggelar Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) bertajuk “Antisipasi Potensi Bahaya Banjir di Kelurahan Paal Dua, Kota Manado”.
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2025 dan diinisiasi oleh Unima melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), sebagai bagian dari komitmen Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk menghadirkan kampus yang berdampak nyata.
Dalam paparannya, Titof mengungkapkan bahwa Kota Manado selama satu dekade terakhir kerap dilanda banjir bandang.

“Dulu Manado sering diguyur hujan lebat berjam-jam, tetapi tidak sampai menimbulkan banjir bandang. Peristiwa besar pertama terjadi 15 Januari 2014, saat hujan deras disertai angin kencang membuat air di DAS Tondano, Sawangan, dan Sario meluap dan menghantam rumah penduduk. Bahkan tinggi air di bantaran sungai mencapai enam meter,” jelas Titof, yang juga menjabat Kepala Humas Unima.
Salah satu kawasan dengan kerusakan terparah pada peristiwa itu adalah Kelurahan Paal Dua, yang kini menjadi fokus pelaksanaan PKM. Wilayah ini berada di dataran rendah dengan rata-rata ketinggian hanya tiga meter dari permukaan laut, sehingga rentan banjir setiap musim hujan.

Paal Dua berkembang pesat sebagai kawasan pemukiman dan properti baru di Kota Manado. Namun, pertumbuhan tersebut tidak dibarengi dengan edukasi publik tentang bahaya banjir dan mitigasinya.
“Masyarakat masih kurang mendapat penyuluhan dan sosialisasi terkait hak dan kewajibannya dalam menghadapi potensi bencana banjir. Inilah yang mendorong kami melaksanakan PKM di wilayah ini,” ujar Titof, Jumat (26/9/2025).
Program ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, secara umum untuk mengidentifikasi faktor-faktor alamiah dominan yang memicu banjir. Kedua, secara khusus untuk merumuskan desain teknis dan strategi mitigasi yang dapat diterapkan masyarakat maupun pemerintah daerah.

Kajian menunjukkan bahwa topografi Manado sangat bervariasi, dari datar hingga bergunung dengan kemiringan lebih dari 40 persen. Sebagian besar kawasan Paal Dua berada di dataran rendah yang mudah tergenang. Ditambah dengan iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 3.187 mm per tahun, ancaman banjir semakin besar.
Jenis tanah di Paal Dua, seperti latosol dan podsolik, juga peka terhadap erosi dan memiliki kemampuan resapan yang terbatas. Faktor ini memperburuk risiko banjir saat hujan deras turun.
PKM ini menyimpulkan bahwa penyebab banjir terbagi dua: faktor alam (curah hujan, topografi, tanah) dan faktor manusia (alih fungsi lahan, pembangunan tanpa analisis daya dukung lingkungan).
Untuk itu, Titof menekankan perlunya kombinasi metode struktural (normalisasi sungai, pembangunan tanggul, kolam retensi, bendungan kecil) dan non-struktural (pengelolaan DAS, konservasi tanah, peringatan dini, hingga partisipasi masyarakat).
“Kami merekomendasikan agar pemerintah kecamatan bersama warga mempertahankan sebagian lahan terbuka sebagai daerah resapan. Lahan ini bisa berfungsi sebagai penampungan alami ketika hujan deras, sehingga air tidak langsung meluap ke pemukiman,” kata Titof. (Abner)
