BITUNG – Upaya meningkatkan keselamatan kerja siswa di lingkungan pendidikan vokasi kembali dilakukan Universitas Negeri Manado (UNIMA). Melalui Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, tim dosen yang dipimpin Dr. I. Parsaoran Tamba, S.Pd., ST., M.Kes., melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) berupa Pelatihan Pengukuran Lingkungan Kerja Bengkel Pengelasan di SMK Negeri 2 Bitung.
Program ini berlangsung sejak Juli hingga November 2025 dan melibatkan puluhan siswa jurusan Teknik Pengelasan.
Pelatihan ini menjadi penting karena sebagian besar siswa sekolah kejuruan langsung berhadapan dengan lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya tinggi. UNIMA menilai bahwa kemampuan mengenali bahaya dan mengukur kondisi lingkungan kerja harus ditanamkan sejak dini agar siswa siap menghadapi dunia industri.
Dalam penjelasannya, Dr. Tamba menyebutkan bahwa meskipun kurikulum SMK sudah memuat materi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), namun penerapan K3 secara praktis belum pernah diajarkan secara menyeluruh, khususnya terkait teknik pengukuran bahaya lingkungan kerja.
“Pengetahuan K3 merupakan materi wajib, namun pelaksanaan teknis seperti pengukuran kebisingan, suhu panas, hingga kualitas udara belum pernah diberikan. Akibatnya siswa tidak memahami sejauh mana lingkungan praktik mereka aman,” ujar Dr. Tamba kepada Karyamedia.com, Jumat (21/11/2025).
Menurutnya, hal ini berisiko memberi dampak jangka panjang terhadap kesehatan siswa yang rentan terpapar panas ekstrem, asap pengelasan, hingga kebisingan mesin.
“Sebagai generasi muda yang akan menjadi tenaga kerja industri, kesehatan siswa harus dijaga. Jangan sampai mereka mengalami gangguan kesehatan akibat ketidaktahuan terhadap bahaya kerja,” tambahnya.
Hasil observasi tim PKM UNIMA menemukan tiga persoalan utama di bengkel pengelasan SMK Negeri 2 Bitung:
1. Tidak adanya ahli K3 yang memantau praktik siswa.
2. Tidak tersedia alat ukur lingkungan kerja.
3. Guru belum memiliki latar belakang pendidikan K3.
Kondisi ini menyebabkan siswa bekerja tanpa pemahaman bahaya, seperti panas radiasi pengelasan, radiasi cahaya, debu logam, gas pencemar, atau tingkat kebisingan yang dapat merusak pendengaran.
Kepala Program Keahlian Teknik Pengelasan SMK Negeri 2 Bitung (insert posisi bila perlu) turut mengapresiasi kegiatan ini.
“Kami sangat terbantu karena selama ini belum memiliki peralatan khusus untuk mengukur kondisi bengkel. Pelatihan seperti ini memberi wawasan penting bagi siswa,” ujarnya.
Dalam sesi inti pelatihan, tim PKM UNIMA memperkenalkan tiga alat ukur utama:
- Sound Level Meter, untuk mengukur tingkat kebisingan,
- Infrared Thermometer, untuk mengukur panas dari mesin maupun proses pengelasan,
- Air Quality Monitor, untuk mendeteksi kualitas udara, termasuk kandungan VOCs dan formaldehida (HCHO).
- Setelah penjelasan teori, alat-alat tersebut didemonstrasikan dan siswa dilatih melakukan pengukuran secara mandiri.
“Kami ingin memastikan siswa tidak hanya mendengar teori, tetapi memahami cara kerja alat, cara membaca hasil, dan apa maknanya bagi keselamatan mereka,” jelas Dr. Tamba.
Pelatihan dimulai dengan materi identifikasi bahaya, meliputi:
1. Bahaya Panas
Sumber panas tidak hanya berasal dari mesin dan proses pengelasan, tetapi juga radiasi termal dari lingkungan. Jika melebihi ambang batas, panas dapat menyebabkan iritasi kulit, dehidrasi, heat cramps, hingga heat stress.
“Paparan panas kerja tidak dapat dilihat, hanya bisa dirasakan. Karena itu siswa wajib mengukur dan memahami batas aman,” terang Tamba.
2. Bahaya Kebisingan
Di bengkel, kebisingan berasal dari palu pembersih terak, mesin las, mesin gerinda, hingga suara peralatan lain. Jika tidak dikendalikan, kebisingan dapat menyebabkan Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
“Kerusakan pendengaran itu permanen. Banyak pekerja industri tidak menyadari karena gangguan muncul perlahan. Siswa harus mulai disiplin memakai alat pelindung diri,” tegasnya.
3. Bahaya Gas dan Udara Tercemar
Asap las, VOCs, gas buang mesin, hingga debu logam dapat mengganggu pernapasan. Karena tidak terlihat, maka deteksinya harus menggunakan alat ukur.
Hasil Pengukuran: Bengkel dalam Kondisi Aman
Dari hasil pengukuran yang dilakukan bersama siswa, ditemukan bahwa:
- Tingkat kebisingan masih di bawah nilai ambang batas,
- Panas lingkungan berada pada kategori “nyaman” karena ventilasi yang baik,
- Kandungan gas berbahaya berada di bawah standar.
“Ini melegakan, karena artinya bengkel aman digunakan. Namun pengukuran harus dilakukan berkala agar kondisi tetap terpantau,” kata Dr. Tamba.
Siswa pun mengaku mendapat banyak manfaat dari kegiatan ini.
“Kami baru tahu kalau ternyata banyak bahaya yang tidak terlihat. Setelah belajar mengukur, kami jadi lebih sadar pentingnya K3,” ujar salah satu siswa peserta pelatihan.
Sebagai tahap akhir, Dr. Tamba melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan. Ia menilai kegiatan ini sangat bermanfaat dan layak diterapkan di sekolah-sekolah lain.
“Kami melihat program ini bukan hanya memindahkan pengetahuan, tetapi benar-benar meningkatkan budaya keselamatan pada siswa kejuruan,” ujarnya
UNIMA berencana memperluas kegiatan serupa ke seluruh SMK jurusan Teknik Mesin di Sulawesi Utara.
Selain itu, Dr. Tamba menegaskan pentingnya komitmen sekolah untuk menjaga keberlanjutan program.
“Pengukuran harus dilakukan secara kontinu. Bengkel harus tetap bersih, ventilasi dijaga, dan untuk sekolah dengan ventilasi kurang perlu memasang alat penyedot asap dan debu,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa UNIMA berkomitmen terus hadir memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
“Sebagai institusi pendidikan tinggi, kami memiliki tanggung jawab untuk membagi ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan masyarakat. PKM ini adalah salah satu wujud nyata darma perguruan tinggi,” tutupnya. (Abner)

